Menu Melayang

Sejarah Awal Mula Es Batu di Indonesia

Griya Bayar - Minuman segar dengan pilihan menjadi pilihan menu favorit berbuka pada bulan Ramadhan. Tahukah kamu, bagaimana sejarah awal mula es batu di Indonesia ? Ternyata, ada beberapa kisah menarik di baliknya.  Pada 1800-an, minuman dingin masih merupakan sajian mewah yang hanya dinikmati segolongan kecil keluarga yang bertempat tinggal di kawasan Meester (sekarang Jatinegara, Jakarta Timur) atau Weltevreden (sekarang Sawah Besar, Jakarta Pusat). Saat itu, es batu untuk pelengkap minum bir.  Seperti dikutip dari pemberitaan  Harian Kompas , 19 Juni 1972, terjadi kehebohan saat es pertama kali masuk ke Indonesia pada 1846.

Sejarah Awal Mula Es Batu di Indonesia

Pada 18 November 1846, surat kabar  Kavasche Courant  memberitakan bahwa sehari sebelumnya, 17 November 1846, sebuah kapal besar dari Boston, Amerika Serikat, telah menambatkan jangkarnya. Kapal itu memuat es yang dipesan oleh Roselie en Co.  Es itu akan dibongkar keesokan harinya. Kabar inilah yang menyebar hingga ke Benteng Batavia setelah ada pemberitaan soal itu. Kabar ini membuat sibuk pihak Bea Cukai karena belum mencocokkan aturan impor es batu.

Kala itu, semua orang memperbincangkan batu yang disebut sebagai "batu-batu putih sejernih kristal, yang jika dipegang bisa membuat tangan kaku". Beberapa hari kemudian, muncul iklan Roselie en Co yang menjual es tersebut dengan harga 10 sen setiap 500 gram. 

Membungkus es batu dengan selimut wol 

Kehebohan soal es batu tak berhenti sampai di situ.  Surat kabar  Javasche Courant  menayangkan artikel tentang cara penyimpanan batu yang dibungkus dengan selimut wol. Esumsi barang-barang impor penting dari Amerika, penyimpanan, harus memotong agar tak mencair. Dulu es saat itu juga merupakan peluang bagi para pelaku bisnis. Melebihi minuman untuk membuat sajian minuman air es.

Selain itu, sebuah perusahaan, Perusahaan Jakarta Voute en Gherin, juga memanfaatkan "histeria" masyarakat untuk membeli selimut wol yang dapat dipergunakan untuk menyimpan es. Kisah lainnya, saat seorang pengusaha, David Gilet, menyatakan sanggup menyediakan udara untuk berbagai pesta dengan biaya 15 gulden. Dan, untuk pertama kalinya, udara juga disampaikan saat malam Natal pada 1846 di Hotel Des Indes (berubah nama menjadi Hotel Duta Indonesia, dan akhirnya dihancurkan menjadi Duta Merlin, Jakarta Pusat).

Obat sariawan 

Dalam perkembangannya, es batu dapat menjadi obat sariawan.  Pemerintah Hindia Belanda saat itu bahkan memberikan bonus sebesar 6.000 gulden untuk mereka yang sanggup terkirim ke rumah sakit di Batavia.  Es ini akan digunakan untuk tentara Belanda yang terkena sariawan. Sementara, untuk di Semarang dan Surabaya, Pemerintah Hindia Belanda menyediakan bonus sebear 7.300 gulden.

Impor dari Amerika ini berlangsung hingga tahun 1870 karena saat itu telah terjadi pabrik es di Batavia.  Pembuatan ini dilakukan setelah pembuatan amoniak ditemukan di Eropa. Teknologi ini diimpor pada 1880.  Kehadiran teknologi ini termasuk cara penyimpanan bahan makanan yang dapat digunakan. 

Pabrik es batu bermunculan 

Satu dekade kemudian, pabrik es batu mulai berdiri di berbagai daerah. Di Batavia, misalnya, pabrik es berdiri di Molenvliet (Jalan Gadjah Mada dan Jalan Hayam Wuruk) dan kawasan Petojo. Kebiasaan minum dingin pun semakin menyebar luas. Pada tahun 1895, seorang pengusaha Tionghoa yang lahir di Semarang, Kwa Wan Hong, mendirikan pabrik es batu di Semarang. Selanjutnya, pabrik juga berdiri di Tegal, Pekalongan, Surabaya, dan Batavia. (source)


Blog Post

Related Post

Back to Top

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Cari Artikel